Jumat, 10 Januari 2014

Selimut Joni

Jingga sudah jatuh, digantikan gelap yang mereka sebut dengan malam. Aku disini, dikamar seorang diri sambil menatap keluar. Kaca jendela ini tampak berembun saat kuhembuskan nafas dari mulutku. Udaranya lebih dingin dari kemarin.[Makin terasa]

Aku perlu selimut sekarang. Orang bodoh juga tahu itu yang sangat dibutuhkan. Kecuali orang bodoh yang mau mati kedinginan. Dan orang bodoh itu mungkin bukan aku, mungkin.

Kubuka lemari besar, kulihat selimut tertumpuk paling bawah. Kutarik pelan, karena aku tak mau tumpukan bajuku diatasnya berjatuhan. Udara pun makin dingin sekarang. Semakin ditarik, selimut itu seakan tak mau untuk bergerak sedikitpun. Aku sudah tidak sabar untuk merasakan kehangatan padahal. Maka kupaksakan menariknya dengan kencang sekuat tenagaku. Hingga urat tangan sampai terlihat.

-Bruukkk!!... (Suara baju-baju berjatuhan)

-hikkss... hikkss... hikss...

Air mataku mengalir deras. Dada ini sesak. Diantara baju-bajuku yang berhamburan dan selimutnya yang agak berdebu di genggamanku, Aku menangis. Pikiran itu datang.

 Sahabatku, selimut ini kupakai sekarang. Aku sebelumnya memang orang yang bodoh itu. Juga maafkan karena aku telah menangis. Aku tidak sanggup menahannya lagi. Kepergianmu terlalu cepat untukku, sahabat. Kehangatan candamu yang dulu sudah tidak ada sekarang. Aku rindu itu sahabat. Joni, sahabatku, selimutmu ini akan kupakai untuk seterusnya.



Aku terus menangis pada malam dingin itu.
Selimut Joni menjadi penghangatku.
Terima kasih Joni, sahabat asrama terbaiku.



RIP
JONI RUHMAN
08-01-2014


...

1 komentar: