Senin, 09 Desember 2013

GAUN UNGU

“Aduh sakit!” Teriakku reflek saat jarum yang tersambung benang ini menusuk jariku-tapi tidak sampai berdarah. [Beruntung]

Saat ini Aku sedang membuatkan gaun untuk anakku. Tanggal 15 nanti hari ulang tahunnya. Aku berniat untuk mengiriminya gaun sebagai hadiah, sekaligus untuk ia pakai saat pesta tahun baru asramanya nanti. Aku membayangkan ia akan senang dan tampak cantik dengan gaun buatanku yang sudah kujahit sebulan akhir ini. Sekarang sudah hampir selesai. Tinggal kutambahkan pita ungu di bagian belakang ini saja dan jadi. Gaun ungu yang anggun.


“Aku cukup berbakat ternyata. Hehehe.” Puji diriku sendiri dalam hati.
Sekarang tinggal aku bungkus dengan rapi dan kukirim besok memalui paket pos. Kukira bakal tepat waktu sampai. Sekarang tanggal  9 dan pastinya sampai di tanggal 11 atau 12 kalau cepat ataupun 13 paling lambat tanggal 14.  Aman kurasa. Aku pun tidur.

-gemetar... gemetar... goyang...

***

Pagi hari aku berangkat dengan sepedaku. Gaun yang sudah terbungkus kutaruh di keranjang sepeda depan. Udara segar di kampung ini membuatku bersemangat dan tambah senang. Membayangkan gaun ini dipakai anakku selalu didalam benakku sekarang. Kantor posnya sangat jauh, harus menuruni bukit dan jalan kecil untuk sampai. Maklum kantor itu satu-satunya yang ada daerah ini. Kantor pos lainnya ada tapi di kota dan aku tidak tahu jalan sampai sana.

Mendekati kantor pos suasana jadi ribut. Ramai banyak orang berkumpul.

“Ada apa mas? Kok ramai? Tanyaku pada salah satu orang yang ikut berkerumun.

“Itu bangunan rubuh,” katanya.

“Hah?!”

Aku makin maju ke depan dan menerobos kerumunan yang menghalangi jalan sambil berharap kantor pos itu baik-baik saja. Kalau roboh, gaun ini akan  sia-sia dan anakku akan kecewa.

  Kuterobos dan yang kulihat membuatku termenung sebentar. Kantor pos itu masih berdiri tegak dan kokoh. Aku senang dan bersyukur. Nafasku lega. Tapi beberapa bangunan di deretannya memang roboh.

Aku masuk kekantor pos sambil menjinjing gaun yang terbungkus ini. Senyum lebar sambil berjalan masuk.

Kulihat seorang pegawai pos berdiri didepan pintu.

“Permisi mbak, saya ingin mengirim paket untuk anak saya di Bekasi. Ini paketnya.”

“Aduh, maaf bu tidak bisa. Bukannya kami tidak mau  melayani ibu, tapi jembatan penyeberangan kampung kita rubuh juga. Jadi untuk sementara proses pengiriman tidak bisa.”



Aku lemas seketika mendengar jawaban itu.
Gempa bumi tadi malam menghancurkan bayanganku tentang gaun untuk anakku [juga].


...

0 komentar:

Posting Komentar